LENSAINDONESIA.COM: Negara Indonesia kini terancam
tidak lagi memiliki sumber daya alam yang bisa dikelola untuk negara.
Pasalnya, dalam beberapa dekade terakhir, produksi minyak mentah anjlok
sehingga dapat menggiring Indonesia menjadi net oil importer atau negara
pengimpor minyak.
Produksi indonesia saat ini sekitar 930 ribu barrel per hari, namun
tidak semua produksi minyak negara ini sepenuhnya menjadi milik negara.
Sebab, dari sejumlah titik sumur minyak yang ada di Indonesia, proses
pengerjaan produksi dilakukan oleh Kontraktor Produk Sahring (KPS)
melalui cost recovery atau sistem bagi hasil.
Artinya, dalam proses pengelolaan minyak nasional ini, jumlah
produksi tidak sepenuhnya dikuasai oleh negara. Sebab, sistem cost
recovery yang diterapkan Indonesia adalah sekitar 85 persen atau sekitar
520 ribu barrel per hari minyak bumi dikuasai negara dan 15 persen atau
380 ribu barrel per hari diberikan oleh negara kepada pihak KPS. “Produksi minyak yang murni dikelola kita ya bisa dikatakan hanya
sekitar 520 ribu barrel per hari saja dan sisanya untuk kontraktor
minyak. Kami sendiri dapat produksinya kecil,” papar Assistant Customer
Relation Pertamina Jatim, Rustam Aji saat ditemui LIcom, Jumat
(13/4/2012).
Dari total jumlah produksi itu, Pertamina hanya memproduksi sekitar
195 barrel per hari atau 20 persen, sementara sisanya dikelola oleh
swasta seperti chevron kalau sekitar 400 ribu barrel per hari. Diakui,
dalam proses pengelolaan minyak mentah ini, Pertamina kerap berada di
posisi kedua pengelolaan minyak negara daripada. Artinya, PT Pertamina
selalu kalah tender dengan perusahaan asing untuk mengelola sumur minyak
di Indonesia, padahal dapat mengefisiensikan sistem cost recovery yang
diterapkan pemerintah. “Padahal pertimbangan dari sisi high risk, high cost dan high tech
kami cukup memadai dan itu sudah menjadi pekerjaan kami. Tapi itu semua
menjadi pertimbangan dan kebijakan sendiri dari pemerintah,” ujar dia.
Sekitar enam titik perusahaan kilang minyak di Indonesia hanya mampu
mengolah sekitar 950rb barrel per hari. Jumlah kilang minyak tersebut
seperti tidak seimbang dengan produksi murni minyak mentah Indonesia
yang hanya 520 ribu barrel per hari. Oleh karena itu, Indonesia
membutuhkan import crude atau minyak mentah sektiar 300-400 ribu barrel
per hari. Dari hasil produksi minyak mentah di Indonesia, sektiar 70 persen
atau 700 ribu barel per hari diolah menjadi BBM. Sisanya diolah menjadi
bahan untuk meningkatkan performa mesin seperti oli dan kebutuhan
mekanik lain. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kebutuhan BBM di Indonesis
sekitar 1.250.000 sampai 1.300.000 barrel per hari. Oleh karena itu,
Indonesia kembali melakukan impor BBM dari perusahaan asing sekitar 550
ribu barrel per hari.
Menurutnya, kondisi minyak Indonesia sangat bagus dibandingkan dengan
minyak yang ada di negara lain. Salah satu keunggulan minyak Indonesua
yakni tingkat sulfurnya lebih kecil dan dibawah standar sulfur rata-rata
minyak dunia. Ini terlihat dari rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) per bulan
Maret berada di posisi USD $ 128 per barrel Indonesia. Sementara posisi
harga minyak dunia versi Newyork Market Exchange (NYMEX) pada Kamis 12
April 2012 pukul 09.25 WIB berada di posisi USD $ 102,5 barrel.
“Nggak heran kalau minyak kita menjadi banyak sorotan dan incaran
pengusaha asing. Toh yang menentukan harga minyak dunia itu mereke para
perusahaan minyak besar. Kita juga tidak bisa bertindak gegabah karena
pengelolaan minyak sudah ada UU Nomor tentang migas,” sebutnya.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia
(PISPI), Salman Dianda Anwar menyampaikan, Indonesia hampir 100 persen
sudah menjadi importir minyak dan BBM di dunia. Menurutnya, pemerintah
harus melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan asing dan
pencabutan UU Migas yang ditengarai menguntungkan perusahaan asing.
“Ketika saya bertemu wamen ESDM saya sampaikan beberapa persoalan
terkait minyak dan dampaknya kepada masyarakat khususnya petani dan
pangan kita dan berharap ada upaya renegosiasi dari pemerintah. Termasuk
pencabutan UU migas untuk dikembalikan saja seperti dahulu karena
sangat menguntungkan pihak asing menguasi minyak di Indonesia. Tapi
sepertinya tidak berhasil karena sudah diatur dari sananya dinda, ini
politik tingkat tinggi,” tandasnya. @panji
Editor: Rosdiansyah