Minggu, 22 April 2012

Indonesia Jadi Net Importir Minyak


LENSAINDONESIA.COM: Negara Indonesia kini terancam tidak lagi memiliki sumber daya alam yang bisa dikelola untuk negara. Pasalnya, dalam beberapa dekade terakhir, produksi minyak mentah anjlok sehingga dapat menggiring Indonesia menjadi net oil importer atau negara pengimpor minyak.
Produksi indonesia saat ini sekitar 930 ribu barrel per hari, namun tidak semua produksi minyak negara ini sepenuhnya menjadi milik negara. Sebab, dari sejumlah titik sumur minyak yang ada di Indonesia, proses pengerjaan produksi dilakukan oleh Kontraktor Produk Sahring (KPS) melalui cost recovery atau sistem bagi hasil.

Artinya, dalam proses pengelolaan minyak nasional ini, jumlah produksi tidak sepenuhnya dikuasai oleh negara. Sebab, sistem cost recovery yang diterapkan Indonesia adalah sekitar 85 persen atau sekitar 520 ribu barrel per hari minyak bumi dikuasai negara dan 15 persen atau 380 ribu barrel per hari diberikan oleh negara kepada pihak KPS. “Produksi minyak yang murni dikelola kita ya bisa dikatakan hanya sekitar 520 ribu barrel per hari saja dan sisanya untuk kontraktor minyak. Kami sendiri dapat produksinya kecil,” papar Assistant Customer Relation Pertamina Jatim, Rustam Aji saat ditemui LIcom, Jumat (13/4/2012).

Dari total jumlah produksi itu, Pertamina hanya memproduksi sekitar 195 barrel per hari atau 20 persen, sementara sisanya dikelola oleh swasta seperti chevron kalau sekitar 400 ribu barrel per hari. Diakui, dalam proses pengelolaan minyak mentah ini, Pertamina kerap berada di posisi kedua pengelolaan minyak negara daripada. Artinya, PT Pertamina selalu kalah tender dengan perusahaan asing untuk mengelola sumur minyak di Indonesia, padahal dapat mengefisiensikan sistem cost recovery yang diterapkan pemerintah. “Padahal pertimbangan dari sisi high risk, high cost dan high tech kami cukup memadai dan itu sudah menjadi pekerjaan kami. Tapi itu semua menjadi pertimbangan dan kebijakan sendiri dari pemerintah,” ujar dia.

Sekitar enam titik perusahaan kilang minyak di Indonesia hanya mampu mengolah sekitar 950rb barrel per hari. Jumlah kilang minyak tersebut seperti tidak seimbang dengan produksi murni minyak mentah Indonesia yang hanya 520 ribu barrel per hari. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan import crude atau minyak mentah sektiar 300-400 ribu barrel per hari. Dari hasil produksi minyak mentah di Indonesia, sektiar 70 persen atau 700 ribu barel per hari diolah menjadi BBM. Sisanya diolah menjadi bahan untuk meningkatkan performa mesin seperti oli dan kebutuhan mekanik lain. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kebutuhan BBM di Indonesis sekitar 1.250.000 sampai 1.300.000 barrel per hari. Oleh karena itu, Indonesia kembali melakukan impor BBM dari perusahaan asing sekitar 550 ribu barrel per hari.

Menurutnya, kondisi minyak Indonesia sangat bagus dibandingkan dengan minyak yang ada di negara lain. Salah satu keunggulan minyak Indonesua yakni tingkat sulfurnya lebih kecil dan dibawah standar sulfur rata-rata minyak dunia. Ini terlihat dari rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) per bulan Maret berada di posisi USD $ 128 per barrel Indonesia. Sementara posisi harga minyak dunia versi Newyork Market Exchange (NYMEX) pada Kamis 12 April 2012 pukul 09.25 WIB berada di posisi USD $ 102,5 barrel.
“Nggak heran kalau minyak kita menjadi banyak sorotan dan incaran pengusaha asing. Toh yang menentukan harga minyak dunia itu mereke para perusahaan minyak besar. Kita juga tidak bisa bertindak gegabah karena pengelolaan minyak sudah ada UU Nomor tentang migas,” sebutnya.

Terpisah, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI), Salman Dianda Anwar menyampaikan, Indonesia hampir 100 persen sudah menjadi importir minyak dan BBM di dunia. Menurutnya, pemerintah harus melakukan renegosiasi kontrak dengan perusahaan asing dan pencabutan UU Migas yang ditengarai menguntungkan perusahaan asing.

“Ketika saya bertemu wamen ESDM saya sampaikan beberapa persoalan terkait minyak dan dampaknya kepada masyarakat khususnya petani dan pangan kita dan berharap ada upaya renegosiasi dari pemerintah. Termasuk pencabutan UU migas untuk dikembalikan saja seperti dahulu karena sangat menguntungkan pihak asing menguasi minyak di Indonesia. Tapi sepertinya tidak berhasil karena sudah diatur dari sananya dinda, ini politik tingkat tinggi,” tandasnya. @panji

Editor: Rosdiansyah

Tidak ada komentar: